Minggu, 12 Februari 2012

Initiation Analysis



Intiation atau biasa yang disebut start-up adalah salah satu bagian dari static analysis yang harus dikerjakan dalam perhitngan pipeline installation. Initiation adalah tahap awal dalam instalasi pipeline, dimana joint pertama pipe mulai dikerjakan. Proses ini dimulai dari pengelasan initiation head ke pipe joint, lalu dilanjutkan dengan penyambungan joint per joint sampe initiation head berada di ujung (atau sedikit keluar) stinger, kemudian proses welding berhenti sejenak untuk dilakukan penyambungan initiation cable/wire dari DMA atau jacket leg (tergantung metode yang dipakai). Setelah proses tersebut selesai, proses welding dilanjutkan kembali, satu persatu joint mulai bertambah perlahan-lahan sampai initiation head berada di atas seabed. Proses initiation ini biasa diakhiri bila sudah ada 1-2 pipe joints di atas sebaed. Selanjutnya dilanjutkan dengan normal lay biasa.
Untuk pipe initiation biasanya ada 3 macam cara yang dipakai:
  • DMA (Dead Man Anchor) method
  • Holdback method (pakai jacket leg)
  • Bowstring method
Hold Back Cable Philosophy

Pada prinsipnya DMA dan holdback hampir sama yaitu sama2 menggunakan cable yang terikat pada satu tumpuan/penahan kemudian disambungkan ke intiation head. Mungkin kalo DMA memakai seperti concrete blok yang ditaruh di atas sebaed atau bisa juga pile yang ditanam di sebaed, sedangkan kalau holdback biasa memakan jacket leg sebagai penahannya, jadi harus dihitung juga berapa beban maksimal yang bisa ditahan oleh jacket leg tersebut.
Initiation analysis sangat bisa dilakukan dengan bantuan software OFFPIPE tentunya. Prinsipnya disini kita memodelkan pipe, initiation head dan cable. Kemudian model dibuat step by step sesuai dengan penambahan pipe joint. Jadi akan beberapa case yang akan di run dalam satu analysis yang tergantung dari berapa banyak penambahan pipe joint yang akan dimodelkan. Case terakhir adalah kondisi dimana sudah ada 1-2 joint di atas seabed. Initiation head dan cable akan dimodelkan sama dalan setiap case sedangkan pipe dimodelkan berbeda pada setiap case tergantung berapa pipe joint yang di pay-out.

Sebagai contoh, case-1 biasa kita asumsi initiation head sudah berada di ujung stinger, katakanlah 10 pipe joint@12.2m sudah bisa membuat initiation head berada pada posisi tersebut. Panjang initation cable 50m dan intiation head 10m, jadi kita bisa modelkan sebagai berikut:
  • Row=1 adalah pipe dengan L=122m (10 joints)
  • Row=2 adalah initition head dengan L=10m (OD dan WT mengikuti pipe biasa tp dengan weight yang beda)
  • Row=3 adalah cable dengan L=50m

Case-2, jika kita akan membuat model per penambahan 1 joint maka case-2 adalah 11 joints pipe, sehingga modelnya:
  • Row=1 adalah pipe dengan L=134.2m (11 joints)
  • Row=2 adalah initition head dengan L=10m
  • Row=3 adalah cable dengan L=50m

Case-3, ada penambahan 1 joint lagi maka case-3 adalah 12 joints pipe, sehingga modelnya:
  • Row=1 adalah pipe dengan L=146.4m (12 joints)
  • Row=2 adalah initition head dengan L=10m
  • Row=3 adalah cable dengan L=50m

Dan begitulah seterusnya sampai kondisi 1-2 pipe joints berada di atas seabed. Jadi kita hanya bermain dengan penambahan panjang pipe di setiap casenya.
DMA Philosophy

Setelah paham sama prinsip proses intiation dan prinsip modeling nya lalu kita beralih ke masalah tension yang biasa kita apply di tiap case. Tension yang dipakai idealnya cukup membentuk sebuah curvature pipeline yang smooth sehingga stress/strain pada pipeline masih within the allowable. Setiap pipeliner mempunyai cara sendiri2 untuk menentukan besaran tension ini. Sebagian dari mereka bisa memodelkan besaran tensioan yang berbeda-beda dalam setiap case/step (sebut saja metode-1),  mulai dari tension kecil dan berangsur2 naik (contoh dari 5 ton sampai terakhir 20 ton). Tapi ada beberapa juga yang mendifine hanya memakai 1 besaran tension (metode-2), misalnya 20 ton, maka dari awal sampai akhir proses initiation tensionnya tetap 20 ton. Semuanya bisa dilakukan asalkan stress/strain pipe tetap masih dibawah batas maksimalnya. Sedangkan metode-3, tension adalah sebagai output di OFFPIPE bukan sebagai input, sedangkan yang dimodelkan adalah pergerakan barge nya dengan mempertahankan bentuk catenary dari S-shape pipeline (pakai command FIXITIES).

Selain itu kita juga harus memperhatikan pergerakan barge. Barge movement ini biasanya sebanding dengan pipe pay-out.  Jadi ketika ada penambahan 1 joint (12.2m) maka barge akan bergerak maju kurang lebih hampir sama dengan jumlah itu. Ingat, pergerakan barge (kenyataannya) akan mempengaruhi besaran tension. Ketika barge maju maka seakan-akan barge akan menarik pipa (pipe under tension) sehingga menaikkan tension di pipa. Sehingga, dalam initiation report sangat diharuskan mencantumkan pergerakan barge dan pipe pay-out per case. Untuk metode-1 dan metode-2 biasanya kita tidak memodelkan pergerakan barge di OFFPIPE (barge offset) sehingga pergerakan barge dapat diperoleh dengan mencari selisih antara koordinat touch down point (TDP) case-1 dan case-2, lalu case-2 dan case-3 dan seterusnya.

Dalam moetode-3 kita memodelkan pergerakan barge di OFFPIPE, biasa yang kita modelkan adalah pergerakan barge ke arah x positif. Jadi kita input X-offset nya. Untuk melakukan metode ini perlu kita run 1 case dulu sebagai acuan bentuk catenary pipenya, kita modelkan tanpa pergerakan barge (offset=0) lalu apply tension untuk membentuk caterany tersebut (misalnya 20 ton) lalu RUN. Kemudian kita liat outputnya, lalu ambil 2-3 node setelah TDP untuk kita FIX-kan untuk case selanjutnya. Selanjutnya kita hanya bermain dengan pipe pay-out dan offset barge. Ketika kita masukan offset barge terlalu besar maka kita akan mendapatkan output tension yang besar juga. Dan sebaliknya, jika offset barge yang kita masukkan kecil, maka output tension juga akan kecil. Menurut saya pribadi, metode-3 ini lebih merepresentasikan kenyataan di lapangan dimana pergerakan barge mempengaruhi besaran tension di pipa. Dan juga kita bisa mendapatkan langsung besaran barge movement tanpa mencari selisih dari TDP karena barge movement adalah input dalam pemodelan ini.

Berikut ini adalah contoh inputan OFFPIPE untuk intiation sequence dengan menggunakan metode-2, apply tension yang sama untuk semua case dan method-3.
Method-2 Ilustration

Method-3 Ilustration

Setelah proses analisa selesai kita diwajibkan membuat tabel yang berisi langkah-langkah pengerjaan intiation. Tabel ini akan kita kasih selanjutkan ke orang2 offshore sebagai panduan mereka melakukan initiation. Tabel ini harus mudah dimengerti dan diaplikasikan di offshore.
Berikut ini contoh initiation table.

Initiation Laying Table


Piping Stress Analysis




Piping Stress analysis adalah suatu cara perhitungan tegangan (stress) pada pipa yang diakibatkan oleh beban statis dan beban dinamis yang merupakan efek resultan dari gaya gravitasi, perubahaan temperature, tekanan di dalam dan di luar pipa, perubahan jumlah debit fluida yang mengalir di dalam pipa dan pengaruh gaya seismic. Process piping dan power piping adalah contoh system perpipaan yang membutuhkan analisa perhitungan piping stressnya yang dilakukan tentunya oleh pipe stress engineer untuk memastikan rute pipa, beban pada nozzle, dan tumpuan pipa telah dipilih dan diletakkan tepat pada tempatnya sehingga tegangan (stress) yang terjadi tidak melebihi limitasi besaran maksimal tegangan yang diatur oleh ASME atau peraturan lainnya (codes/standard) dan peraturan pemerintah (government regulations). Untuk melakukan sebuah pipe stress analysis biasanya para piping engineer memakai pendekatan finite element method dengan memakai beberapa software umum di dunia perpipaan yaitu CAESAR II, AutoPipe, ROHR2 atau CAEPIPE.
Tujuan utama dari piping stress analysis adalah untuk memastikan beberapa hal berikut:
  • Keselamatan sistem perpipaan termasuk semua komponennya
  • Keselamatan sistem peralatan yang berhubungan lansung dengan sistem perpipaan dan struktur bangunan pendukung sistem tersebut
  • Defleksi pipa agar tdak melebihi limitasinya.
 Scope of work piping engineer
Ada beberapa macam mode kegagalan yang bisa terjadi pada suatu sistem perpipaan. Para piping engineer bisa melakukan tindakan pencegahan untuk melawan mode kegagalan tersebut dengan melaksanakan stress analysis berdasarkan ketentuan dan aturan dalam dunia perpipaan. Dua macam mode kegagalan yang biasa terjadi pada pipa adalah sebagai berikut:
  • Kegagalan karena tegangan yield (material melebihi deformasi plastis):
  • Kegalalan karena fracture (material patah/fails sebelum sampai batas tegangan yieldnya):
o    Brittle Fracture: Terjadi pada material yang getas (mudah pecah/patah)
o    Fatigue (kelelahan): Disebabkan oleh adanya beban yang berulang

Teori maximum principal stress adalah yang digunakan dalam ASME B31.3 sebagai dasar teori untuk analisa pipa. Nilai maksimum atau minimum dari normal stress bisa disebut sebagai principal stress. Selanjutnya tegangan (stress) dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu:
  • Primary Stresses
Terjadi karena respon dari pembebaban (statis dan dinamis) untuk memenuhi persamaan antara gaya keluar dan gaya ke dalam, serta gaya momen dari sebuah sistem pipa. Primary stresses are not self-limiting.
  • Secondary Stresses
Terjadi karena perubahan displacement dari struktur yang terjadi karena thermal expansion dan atau karena perpindahan posisi tumpuan. Secondary stresses are self-limiting.
  • Peak Stresses
Tidak seperti kondisi pembebanan pada secondary stress yang menyebabkan distorsi, peak stresses tidak menyebabkan distorsi yang signifikan. Peak stresses adalah tegangan tertinggi yang bisa menyebabkan terjadinya kegagalan kelelahan (fatigue failure).

Static Stress Analysis
Setiap sistem perpipaan pasti mempunyai basic stress yang nantinya secara kumulatif bisa disebut sebagai static stress. Basic stress terdiri dari:
(a) Axial Stress : σ = F /A
(b) Bending Stress : σ = Mb / Z
(c) Torsion Stress : σ = Mt / 2Z
(d) Hoop Stress : σ = PD / 2t
(e) Longitudinal Stress : σ = PD / 4t
(f) Thermal Stress : σ = ΔT x α x E
Basic Stress pada Pipa

Static stress analysis adalah sebuah analisa perhitungan pada pipa untuk memastikan nilai dari semua tegangan (stress) akibat beban statis tidak melebihi dari limitasi yang diatur oleh aturan atau standard tertentu. Biasanya, pada piping engineer menggunakan aturan (standard) yaitu ASME B31.3 sebagai panduan untuk melakukan dan menganalisa static stress. ASME B31.3 mengatur semua masalah perpipaan mulai dari limitasi propertis yang dibutuhkan, sampai pada pembebanan yang memperhitungkan kondisi pressure, berat struktur dan komponennya, gaya impact, gaya angin, gaya gempa bumi secara horizontal, getaran (vibrasi), thermal expansion, perubahan suhu serta perpindahan posisi tumpuan anchor.
ASME B31.3 mengklasifikasi beban menjadi 2 macam:
  • Primary Loads
o    Sustain Loads
Beban yang muncul terus menerus dan berkesinambungan selama masa operasi dari sistem perpipaan. Contoh: gaya berat dari struktur pipa sendiri, pressure fluida yang mengalir di dalamnya.
o    Occasional Loads
Beban yang muncul tidak berkesinambungan, atau munculnya tiba-tiba selama masa operasi dari sistem perpipaan. Contoh: gaya angin, gaya gempa bumi.
  • Expansion Loads
o    Beban yang muncul karena adanya perubahan displacement dari system perpipaan yang bisa diakibatkan oleh thermal expansion dan perubahan letak tumpuan.

Sedangkan dalam ASME B31.3 limitasi dari masing-masing besaran pembebanan adalah sbb:
·         Stress karena Sustained Load, limitasinya adalah:
SL < Sh
Dimana:
SL = (PD/4t) + Sb
Ketebalan dari pipa yang digunakan untuk menghitung SL haruslah merupakan tebal nominal setelah dikurangi tebal lapisan korosi dan erosi yang diijinkan.
Sh = Tegangan yang diijinkan pada suhu maksimum dari suatu material
·         Stresses karena Occasional Loads
Jumlah beban longitudinal karena pressure, weight dan sustain loads lainnya kemudian ditambah oleh tegangan yang diakibatkan occasional load seperti gempa bumi dan gaya angin, nilainya tidak boleh melebihi 1.33Sh.
·          
Stresses karena Expansion Loads, limitasinya adalah:
SE < SA
Dimana:
SE   = (Sb2 + 4St2)1/2
SA   = Allowable displacement stress range = f [(1.25(Sc + Sh) – SL]
Sb   = resultant bending stress,psi = [(IiMi)2 + (IoMo)2] / Z
Mi = in-plane bending moment, in.lb
Mo             = out-plane bending moment, in.lb
Ii    = in-plane stress intensification factor (appendix B31.3)
Io   = out-plane stress intensification factor (appendix B31.3)
St   = Torsional stress ,psi = Mt / (2Z)
Mt = Torsional moment, in.lb
SC             = Basic allowable stress at minimum metal temperature
Sh = Basic allowable stress at maximum metal temperature
f     = stress range reduction factor (table 302.2.5 of B31.3)


Dynamic Stress Analysis
Dynamic stress (tegangan dinamis) adalah tegangan (stress) yang ditimbulkan oleh pergerakan berulang dari pembebanan atau vibrasi (getaran). Pembebanan seperti ini bisa ditimbulkan oleh beberapa eksitasi seperti:
  • Flow Induced Turbulence
  • High Frequency Acoustic Excitation
  • Mechanical Excitation
  • Pulsation
Analisa Vibrasi dapat didefinisikan sebagai studi dari pergerakan osilasi, dengan tujuan mengetahui efek dari vibrasi dalam hubungannya dengan performance dan keamanan sebuah sistem dan bagaimana mengontrolnya. Vibrasi secara sederhana dapat dilihat dari gambar 3. Seperti terlihat pada gambar 3, ketika massa kita tarik ke bawah lalu dilepaskan, maka pegas akan meregang dan selanjutnya akan timbul gerakan osilasi sampai periode waktu tertentu. Hasil frekuensi dari gerakan osilasi ini bisa disebut sebagai natural frekuency dari sistem tersebut dan merupakan fungsi dari massa dan kekakuan.
dengan,
EI        = kekakuan pipa (stiffness), lbs-ft2
L          = panjang bentangan bebas pipa, ft
M         = kombinasi massa pipa dan massa tambah disekitar pipa persatuan panjang, slug/ft
C         = konstanta yang tergantung dari kondisi ujung bentangan bebas pipa.

Sebagai contoh, jika kedua ujung bentangan bebas pipa diasumsikan berbentuk tumpuan sederhana maka C adalah p/2 atau 1.57. Jika kedua ujung pipa diasumsikan diklem, C adalah 3.5. Dalam praktek, cukup sulit untuk menentukan modeling terbaik kondisi ujung bentangan bebas untuk mensimulasikan kondisi ujung yang diasumsikan.
Deskripsi vibrasi sederhana

Dibutuhkan sedikit energi untuk menimbulkan frekuensi natural dari sebuah system, seperti halnya sebuah struktur yang ingin merespon frekuensi tertentu. Jika ada damping force maka ini akan menghilangkan energi dinamis dan mengurangi respon vibrasi.
Hasil dari vibrasi dapat berupa:
  • Displacement
  • Velocity
  • Acceleration

Amplitudo dari ketiga hal di atas tergantung dari frekuensinya dan lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Perbandingan Amplitudo dan Frekuensi
Displacement tergantung dari frekuensi yang mana displacement akan mempunyai nilai yang besar apada frekuensi yang kecil dan sebaliknya jika frekuensi besar, displacement cenderung kecil pada satuan energi yang sama. Sebaliknya acceleration dipengaruhi pada keadaan amplitude tertinggi yang terjadi pada frekuensi tertinggi pula. Velocity memberikan pengaruh sejenis yang lebih dari yang dibutuhkan, biasanya terkait hasil tegangan dinamis dan oleh karenanya biasa digunakan alat ukur untuk menghitung vibrasi. Ini yang menjadi alasan kenapa observasi secara visual untuk vibrasi pipa tidak diijinkan sebagai metode untuk mengatasi beberapa masalah vibrasi.
Setiap sistem struktur, contohnya pipa, akan mengalami bermacam-macam frekuensi natural tergantung distribusi massa dan kekakuan dari system tersebut. Distribusi massa dan kekauan dipengaruhi oleh diameter pipa, material properties, tebal pipa, lokasi valve dan support, dan juga massa jenis fluida. Sebagai catatan, support pipa didesain pada kondisi statis yang pastinya akan berperilaku beda pada keadan dinamis.
Setiap frekuensi natural akan mempunyai bentuk defleksi yang unik yang sesuai dengan frekuensinya masing-masing, biasa disebut mode shape. Respon pipa terhadap eksitasi yang terjadi tergantung pada hubungan antara frekuensi eksitasi dengan frekuensi natural sistem tersebut, dan lokasi dari terjadinya eksitasi tadi berhubungan dengan mode shape.
Salah satu penyebab vibrasi pada pipa adalah flow dari fluida di dalam pipa itu sendiri. Fenomena ini biasa dikenal dengan istilah Flow Induced Vibration (FIV). FIV bisa disebabkan karena peningkatan flowrate (debit) fluida yang menyebabkan kecepatan fluida di dalam pipa bertambah sehingga jenis aliran berubah dari laminar menjadi turbulen. Aliran turbulen ini yang menyebabkan pipa bergetar (vibrasi).